Senin, 30 Juni 2014

Gangguan Hipertensi pada Kehamilan

Bab I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Gangguan kesehatan yang umum selama kehamilan adalah tekanan darah tinggi (hipertensi). Muncul dengan berbagai cara, insiden ini berkisar antara 5 hingga 10 persen. Selama beberapa dekade terakhir, penggunaan istilah, gejala yang diidentifikasi, metode diagnosis, dan pendekatan penatalaksanaan telah berubah. Hipertensi selama kehamilan tidak seperti hipertensi yang terjadi pada umumnya, tetapi mempunyai kaitan erat dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi baik pada janin maupun pada ibu. Masih ada hal-hal lain yang berhubungan dengan definisi hipertensi. Pada masa lalu, hipertensi didefinisikan peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan/atau diastolik 15 mmHg dari tekanan darah normal. Definisi ini terbukti tidak cocok untuk definisi preeklamsia. Oleh karen itu, definisi hipertensi pada kehamilan telah diperbaharui sebagai peningkatan tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg setelah minggu ke-20 kehamilan. Peran bidan dalam hubungannya dengan gangguan tekanan darah tinggi selama kehamilan terletak pada ketelitiannya melakukan pemeriksaan, mengidentifikasi dini, dan melakukan konsultasi atau berkolaborasi dengan dokter.


 Bab II
Tinjauan Teori
2.1 Gangguan Hipertensi pada Kehamilan
Gangguan kesehatan yang umum selama kehamilan adalah tekanan darah tinggi (hipertensi). Muncul dengan berbagai cara, insiden ini berkisar antara 5 hingga 10 persen. Selama beberapa dekade terakhir, penggunaan istilah, gejala yang diidentifikasi, metode diagnosis, dan pendekatan penatalaksanaan telah berubah. Sementara itu, sejumlah penelitian belum dapat mengidentifikasi dengan jelas etiologi tekanan darah tinggi, juga cara yang pasti untuk memprediksi ataupun mengatasinya. Institut Kesehatan Nasional, melalui Kelompok Kerja Program Pendidikan Untuk Penanganan Tekanan Darah Tinggi pada Kehamilan telah menetaokan beberapa panduan berisi definisi dan penatalaksanaan yang akan menjadi acuan untuk banyak aspek yang akan dibahas pada bab ini.
Hipertensi selama kehamilan tidak seperti hipertensi yang terjadi pada umumnya, tetapi mempunyai kaitan erat dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi baik pada janin maupun pada ibu. Komplikasi yang umum terjadi pada ibu adalah abrupsio plasenta, disseminated intravascular coagulation, perdarahan otak, gagal hati, dan gagal ginjal akut. Janin mempunyai risiko IUGR, prematur, dan kematian.
2.1.1        Hipertensi kronis
a.       Hipertensi dikatakan kronis jika muncul sebelum kehamilan atau pada usia         kemahilan dibawah 20 minggu.
b.      Tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg.
c.       Apabila hipertensi didiagnosis selama kehamilan, tetapi tidak kunjung menurun   hingga pasca partum.
2.1.2         Preeklamsi adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu (kecuali pada penyakit trofoblastik) dan dapat didiagnosis dengan kriteria berikut:
a.       Ada peningkatan tekanan darah selama kehamilan (sistolik ≥ 140 mmHg atau      diastolik ≥ 90 mmHg), yang sebelumnya normal, disertai proteinuria (≥ 0,3      gram protein selama 24 jam atau ≥ 0,3 mg/dL dengan hasil reagen urine ≥ 1+).
b.      Apabila hipertensi selama kehamilan muncul tanpa proteinuria, perlu dicurigai    adanya preeklamsi seiring kemajuan kehamilan, jika muncul gejala nyeri kepala,  gangguan penglihatan, nyeri abdomen, nilai tombosit rendah, dan kadar enzim  ginjal abnormal.
2.1.3        Preeklamsi berat
a.      Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
b.   Proteinuria > 2,0 gram dalam 24 jam (dengan reagen 2+ atau 3+), muncul      pertama kali selama kehamilan dan menurun setelah persalinan.
c.   Peningkatan nilai serum kreatinin (>1,2 mg/dL kecuali jika peningkatan telah  diketahui sebelumnya).
d.     Jumlah trombosit < 100.000 sel/mm.
e. Peningkatan aktifitas enzim hati (alanin aminotransferase, aspirat  aminotransferase atau keduanya).
f.      Gejala gangguan saraf: nyeri kepala menetap, gangguan penglihatan.
g.      Nyeri ulu hati yang menetap.
h.     Oliguria “400 mililiter dalam 24 jam”

2.1.4        Eklamsi
a.    Gejala kejang, sebagai gejala preeklamsia yang telah disebutkan di atas (jika    kejang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lain).
2.1.5        Hipertensi kehamilan
a.   Peningkatan tekanan darah setelah 20 minggu kehamilan ≥ 140 mmHg untuk  sistolik dan ≥ 90 mmHg untuk diastolik (sebelumnya disebut hipertensi yang  dipicu kehamilan) tanpa proteinuria atau hasil evaluasi laboratorium yang        abnormal selama kehamilan dan yang kembali normal 12 minggu pascapartum.
b.  Penentuan akhir antara hipertensi kehamilan atau preeklamsia hanya dapat dilakukan pada periode pascapartum.
2.1.6        Preeklamsia yang disertai hipertensi kronis
a.       Biasanya terjadi pada hipertensi kronis.
b.      Prognosis memburuk pada janin dan ibu.
c.       Bukti baru adanya proteinuria.
d.      Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba padahal sebelumnya terkontrol baik.
e.       Trombositopenia (trombosit > 100.000).
f.       Peningkatan enzim hati.
2.1.7        Sindrom HELLP (Hemolysis-Elevated Liver enzymes-Low Platelets)
a.       Kontroversi apakah gejala ini berbeda dari preeklamsia berat.
b.      Kesakitan perinatal yang sama dengan preeklamsia berat.

Ada dua hal penting yang menjadi pedoman dalam mendiagnosis preeklamsia klasik. Saat ini edema tidak lagi dijadikan komponen ketiga dari trilogi preeklamsia. Edema selama kehamilan merupakan kondisi yang normal pada wanita tanpa preeklamsia. Di sisi lain, kadang-kadang edema tidak m uncul walaupun ada kelainan fungsi ginjal dan hati. Oleh karena itu, pedoman yang baru mempertimbangkan preeklamsia sebagai diagnosis hipertensi pada kehamilan dan proteinuria.
Masih ada hal-hal lain yang berhubungan dengan definisi hipertensi. Pada masa lalu, hipertensi didefinisikan peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan/atau diastolik 15 mmHg dari tekanan darah normal. Definisi ini terbukti tidak cocok untuk definisi preeklamsia. Oleh karen itu, definisi hipertensi pada kehamilan telah diperbaharui sebagai peningkatan tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg setelah minggu ke-20 kehamilan. Namun, kelompok kerja NIH merekomendasikan untuk melakukan observasi ketat terhadap wanita dengan peningkatan tekanan darah 30/15, khususnya jika terdapat proteinuria atau hiperurisemua.
Peran bidan dalam hubungannya dengan gangguan tekanan darah tinggi selama kehamilan terletak pada ketelitiannya melakukan pemeriksaan, mengidentifikasi dini, dan melakukan konsultasi atau berkolaborasi dengan dokter. Preeklamsia bisa menimbulkan dampak yang sangat serius baik pada janin maupun pada ibu. Oleh karena itu, mempertahankan tingkat kecurigaan yang tinggi dan menghindari asumsi berlebihan bahwa temuan yang diperoleh menunjukkan kondisi normal akan membantu menegakkan diagnosis yang tepat.
Sangat penting membedakan hipertensi kronis dari preeklamsia. Yang lebih penting lagi adalah mengenali ketika preeklamsia lebih menonjol dibanding hipertensi kronis. Hipertensi kronis, menurut definisi aslinya, adalah hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu. Wanita dengan hipertensi kronis dapat diobati dengan obat anti hipertensi. Tekanan darahnya harus dijaga tetap stabil selama kehamilan. Apabila tekanan darahnya melebihi batas normal atau tiba-tiba ia menunjukkan proteinuria, kondisi ini dapat dikatakan sebagai tanda preeklamsia atau penyakit ginjal dan bukan merupakan hal yang disebabkan oleh hipertensi kronis. Penatalaksanaan kolaborasi pada wanita ini mutlak diperlukan. Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah pemeriksaan fungsi ginjal dan hati serta diabetes. Pemeriksaan mata merupakan data dasar tambahan untuk mengetahui proses dan tingkat keparahan penyakit ini.
Pencegahan preeklamsia sangat terbatas karena etiologinya belum diketahui. Pemeriksaan dengan penapisan belum menunjukkan hasil yang memadai untuk mengetahui tingkat risiko suatu populasi. Oleh karena itu, pendekatan yang bijaksana adalah mengidentifikasi wanita yang berisiko atau mereka yang menunjukkan gejala. Kondisi yang dihubungkan dengan preeklamsia adalah sebagai berikut:
1.      Nuliparitas
2.      Penyakit trofoblastik (70 persen terjadi pada kasus mola hidatidosa)
3.      Kehamilan kembar, tanpa memperhatikan paritas
4.      Riwayat penyakit:
a.       Hipertensi kronis
b.      Penyakit ginjal kronis
c.       Diabetes melitus pra-kehamilan
5.      Riwayat preeklamsia atau eklamsia dalam keluarga
6.      Riwayat preeklamsia sebelumnya
7.      Peningkatan risiko untuk multipara yang memiliki pasangan seks yang baru
8.      Etnis Amerika-Afrika dan Asia



Bab III
Tinjauan Teori
3.1 Tanda dan Gejala Preeklamsia
Tanda dan gejala preeklamsia merupakan dasar pengkajian riwayat rutin, pemeriksaan fisik, dan penapisan laboratorium yang dilakukan pada setiap kunjungan prenatal. Apabila ditemukan tanda atau gejala preklamsia, perlu dilakukan tindak lanjut.
3.1.1        Riwayat kesehatan
a.    Nyeri kepala menetap yang tidak kunjung hilang dengan obat biasa, kaji riwayat nyeri kepala dan gangguan penglihatan untuk menyingkirkan kecurigaan sakit kepala migrain, kebutuhan terhadap kaca mata, stres dan tekanan dalam kehidupan pribadi wanita.
b.   Pusing, penglihatan kabur, bintik di mata, atau skotomata
c.    Nyeri ulu hati yang menetap
3.1.2        Pemeriksaan fisik
a.   Peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg atau lebih.
b.      Periksa tekanan darah cara paling akurat.
1)      Gunakan ukuran manset yang tepat (dapat membungkus lingkar lengan lebih   dari 80%)
2)      Posisi pasien duduk atau berbaring, lengan sejajar jantung
3)      Pasien dalam keadaan istirahat
4)     Hasil terbaik diperoleh jika pemeriksaan dilakukan dengan jarak empat         hingga enam jam
5) Bunyi terakhir adalah tekanan diastolik, bukan suara yang menghilang perlahan (ini merupakan suara Korotkoff V)
c.       Pemeriksaan mata
1)      Papiledema
2)      Konstriksi pembuluh darah mata A-V
3)      Penyempitan pembuluh darah
4)      Perdarahan
3.1.3        Tes laboratorium
a.      Pemeriksaan reagen urine: protein ≥ 1+ diikuti pemeriksaan urine 24 jam
b.      Hemoglobin dan hematokrit
c. Hitung trombosit: jika trombosit kurang dari 100.000 sel/mm, programkan pemeriksaan koagulasi di laboratorium
1)      Fibrinogen
2)      Produk pecahan fibrin
3)      PT (waktu protrombin)
4)      PTT (waktu protrombin parsial)
d.      Tes fungsi hati
e.      Tes fungsi ginjal
1)      Total protein urine selama 24 jam dan kreatinin klirens
2)      Serum kreatinin
3)      Serum asam urat
Preeklamsia adalah suatu penyakit yang muncul pada awal kehamilan dan berkembang secara perlahan dan hanya akan menunjukkan gejala jika kondisi semakin memburuk. Adalah penting mengamati gejala awal preeklamsia sebelum penyakit benar-benar muncul dan tidak mesti selalu ada peningkatan tekanan darah yang signifikan. Walaupun merupakan gejala utama dalam menegakkan diagnosis preeklamsia, pada kenyataan hipertensi tidak terjadi pada semua kasus preeklamsia dan tidak selalu berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit.
Oleh karena itu, sangat penting meningkatkan kejelian ketika melakukan penapisan terhadap gejala yang ada. Tekanan darah wanita mungkin hanya meningkat sedikit, atau mungkin hanya terjadi edema pada tangan dan wajah tidak cukup untuk menegakkan diagnosis tetapi mengindikasikan retensi natrium, dan ini memerlukan observasi ketat. Pada wanita yang menunjukkan kecenderungan preeklamsia, tetapi gejala yang muncul tidak memenuhi kriteria yang ada, bidan perlu melakukan pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, hemotokrit, trombosit, LDH, AST, ALT). Seperangkat pemeriksaan laboratorium dasar akan sangat bermanfaat mendiagnosis preeklamsia sejak dini sekaligus menentukan perjalanan penyakit dan tingkat keparahannya.
Selain evaluasi laboratorium, wanita tersebut harus dianjurkan untuk mengurangi ketegangan dalam hidupnya dan menambah periode istirahat. Tekankan pula untuk menghitung  jumlah gerakan janin. Apabila ada dugaan preeklamsia, anjurkan wanita tersebut datang lebih sering ke pelayanan kesehatan. Diet tinggi protein serta upaya meningkatkan asupan cairan dan mengurangi asupan garam adalah hal-hal yang dapat megurangi gejala yang ada. Mengurangi asupan garam dan penggunaan diuretik tidak termasuk dalam penatalaksanaan preeklamsia atau eklamsia potensial atau aktual.



Bab IV
4.1 Penatalaksanaan
Ketika diagnosis preeklamsia ditegakkan atau ada dugaan kuat preeklamsia, konsul dokter dibutuhkan. Persalinan merupakan satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi preeklamsia. Hal terbaik yang dapat dilakukan bidan adalah memfasilitasi persalinan. Akan tetapi, usia kehamilan yang belum cukup ini akan membawa risiko yang mengancam kehidupan janin. Oleh karena itu, upayakan penatalaksanaan preeklamsia yang mengutamakan keselamatan ibu dan janin. Apabila persalinan akan menimbulkan efek buruk pada janin, tindakan harus ditujukan pada upaya meningkatkan kondisi ibu sehingga memungkinkan janin menjadi matang.
Evaluasi kesejahteraan janin dilakukan melalui pengkajian pertumbuhan janin melalui pemeriksaan ultrasonografi. Karena patofisiologi preeklamsia menyebabkan insufisiensi plasenta dan uterus, maka janin berisiko mengalami hipoksia kronis dan IUGR. Janin juga akan berisiko mengalami hipoksia kronis, jika kondisi ibu semakin memburuk atau labil. Oleh karena itu, pemeriksaan biofisik secara periodik akan membantu mengetahui status janin.
Apabila preeklamsia yang dialami ringan dan muncul dalam kondisi yang tidak terlalu mengkhawatirkan, ia dapat dirawat di rumah. Hal-hal yang diperlukan ibu adalah memodifikasi pola tirah baring, memeriksa protein urine, dan memperbanyak jumlah kunjungan rumah untuk memeriksa tekanan darah dan gejala lain. Semua anggota keluarga juga harus diberi tahu tentang tanda dan gejala yang menunjukkan perburukan kondisi preeklamsia. Selain itu, wanita harus mempunyai akses ke pelayanan medis 24 jam. Oleh karena itu, perawatan di rumah bergantung pada ada tidaknya seseorang yang bisa mengantar ibu ke rumah sakit terdekat setiap saat. Ini berarti tidak dapat secara penuh menangani perawatan anak-anak dan mengurus rumah tangga. Apabila ini tidak dapat dilakukan di rumah, perlu dilakukan perawatan di rumah sakit.
Apabila tekanan darah terus meningkat, proteinuria berlanjut, pemeriksaan laboratorium mengindikasikan perburukan penyakit, atau ada keraguan tentang kondisi janin, dianjurkan melakukan perawatan di rumah sakit hingga persalinan. Keputusan untuk memperpanjang usia kehamilan harus dikaji ulang, tergantung pada perkembangan penyakit ibu dan status janin.
Sebelum persalinan, penatalaksanaan difokuskan pada pola tirah baring, pemeriksaan tekanan darah secara teratur, pemeriksaan laboratorium, fungsi hati dan ginjal, serta kondisi janin. Apabila semua hal tersebut dalam kondisi stabil, janin dapat dipertahankan hingga matang sembari terus melakukan observasi. Untuk mencegah kejangm biasanya diberikan magnesium sulfat. Dosisnya harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Cara persalinan yang dipilih adalah pervaginam. Cara ini dapat menghindarkan ibu dan janin dari stres lebih lanjut dan risiko pembedahan. Ketika keputusan ditetapkan untuk melakukan persalinan, maka induksi persalinan segera dapat dilakukan. Apabila persalinan pervaginam tidak dapat dilakukan sehubungan dengan waktu yang mendesak atau karena ada kontraindikasi lain, maka persalinan dapat dilakukan melalui seksio sesaria. Apabila ternyata seksio sesaria harus dilakukan, maka pilihan anastesi yang dianjurkan adalah epidural. Pembiusan secara umum sedapat mungkin dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko preeklamsia.


Bab V
Penutup
5.1 Kesimpulan
Tekanan darah (hipertensi) setelah kehamilan ke-20 minggu ≥ 140 mmHg untuk sistolik dan ≥ 90 mmHg untuk diastolik (sebelumnya disebut hipertensi yang dipicu kehamilan) tanpa proteinuria atau hasil evaluasi laboratorium yang abnormal selama kehamilan dan yang kembali normal 12 minggu pascapartum. Hipertensi pada ibu hamil dan yang tidak hamil tentu berdeda, hipertensi pada saat kehamilan biasanya menimbulkan komplikasi umum yang akan terjadi pada si ibu antara lain abrupsio plasenta, disseminated intravascular coagulation, perdarahan otak, gagal hati, dan gagal ginjal akut. Janin mempunyai risiko IUGR, prematur, dan kematian. Oleh karena itu, si ibu harus rajin datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya agar dapat penanganan jika ada gejala kelainan terhadap kehamilannya.


Daftar Pustaka
Varney, Helen. dkk (2004). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.